BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Semakin banyaknya jasa
keuangan perbankan di negara Indonesia, seharusnya diimbangi dengan pengetahuan
tentang suku bunga. Namun banyak orang yang kurang paham mengenai tingkat dan
perilaku suku bunga, bahkan pengertian dari bunga dan suku bungapun ada yang
belum tahu sama sekali. Di sini saya mencoba memaparkan beberapa penjelasan
tentang tingkat dan perilaku suku bunga.
Bunga dapat diartikan
sebagai harga yang harus dibayar oleh bank dan atau nasabah sebagai balas jasa
atas transaksi antara bank dan nasabah. Suku bunga merupakan salah satu variabel dalam perekonomian yang
senantiasa diamati secara cermat karena dampaknya yang luas. Ia mempengaruhi
secara langsung kehidupan masyarakat keseharian dan mempunyai dampak penting
terhadap kesehatan perekonomian suatu negara.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari suku bunga?
2.
Apa saja teori- teori suku bunga?
3.
Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga?
4.
Bagaimana peran suku bunga dalam perekonomian?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Suku Bunga
Suku bunga adalah harga yang dibayar
“peminjam” (debitur) kepada “pihak yang meminjamkan” (kreditur) untuk pemakaian
sumber daya secara interval waktu tertentu. Jumlah peminjaman yang diberikan
disebut principal, dan harga yang dibayar biasanya diekspresikan sebagai
presentase dari principal per unit waktu (umumnya, setahun).
Suku bunga yang menyediakan jangkar bagi
suku bunga- suku bunga yang lain, yaitu suku bunga riil jangka pendek yang
bebas risiko. Yang dimaksud dengan suku bunga riil adalah suku bunga
yang akan berlakau dalam perekonomian jika harga rata- rata barang dan jasa
diperkirakan tetap kostan selama usia peminjaman. Yang dimaksuddenagn suku
bunga bebas risiko adalah suku bunga pinjaman dimana peminjamnya tidaka
akan gagal memenuhi kewajiban aapun. Yang dimaksud jangka pendek adalah
suku bunga dari pinjaman yang akan jatuh tempo dalam setahun. Semua suku bunga
yang lain berbeda dengan suku bunga yang ini sesuai aspek- aspek tertentu dari
pinjaman, seperti jangka waktu jatuh tempo atau default risk-nya, atau
karena adanya inflasi.[1]
Fungsi Suku
Bunga
Adapun
fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah :
a)
Sebagai daya tarik bagi para
penabung yang mempunyai dana lebih untukdiinvestasikan.
b)
Suku bunga dapat digunakan
sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang
yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung
pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari
industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga
yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.
c)
Pemerintah dapat memanfaatkan
suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat
mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.
B.
Teori Suku Bunga
1.
Teori Suku Bunga Klasik
Kaum di era klasik mengungkapkan bahwa suku
bunga itu menentukan besarnya tabungan maupun investasi yang akan dilakukan
dalam perekonomian yang menyebabkan tabungan yang tercipta pada penggunaan
tenaga kerja penuh akan selalu sama yang dilakukan oleh pengusaha. Terlepas
dari teori ekonomi mikro, teori klasik menjelaskan bahwa tingkat bunga
merupakan nilai balas jasa dari modal. Dalam teori klasik, stok barang modal
dicampuradukkan dengan uang dan keduanya dianggap mempunyai hubungan
subtitusif. Semakin langka modal, semakin tinggi suku bunga. Sebaliknya,
semakin banyak modal semakin rendah tingkat suku bunga (Nasution dalam
Badriah Sappewali, 2001).
Investasi juga merupakan fungsi dari suku
bunga. Makin tinggi suku bunga, keinginan masyarakat untuk melakukan investasi
juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran
investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari
suku bunga yang harus dibayar untuk dana investasi tersebut merupakan ongkos
untuk penggunaan dana (Cost of Capital). Makin rendah suku bunga, maka
pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya
penggunaan dana juga makin kecil.
Keseimbangan tingkat bunga berada pada titik
i0 dimana jumlah tabungan sama dengan jumlah investasi. Apabila tingkat bunga
berada diatas i0, berarti jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk
melakukan investasi. Para pemilik dana akan bersaing untuk meminjamkan dananya
dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun kembali ke posisi i0.
sebaliknya, bila tingkat bunga rendah berada di bawah i0, maka para pengusaha
akan bersaing untuk mendapatkan dana yang relatif lebih besar jumlahnya.
Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0, misalnya terjadi
kenaikan efisiensi produksi, maka akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan
meningkat sehingga pada tingkat bunga yang sama para pengusaha bersedia
membayar dana yang lebih besar untuk membiayai investasi, atau untuk dana
investasiyang sama jumlahnya, para pengusaha bersedia membayar tingkat bunga
yang lebih tinggi. Keadaan ini ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan
investasi ke kanan atas, sehingga keseimbangan tingkat bunga yang baru adalah
pada titik i1 (Nopirin, 1993).[2]
2.
Teori Suku Bunga Keynes
Pandangan berbeda diberikan oleh Keynes. Menurutnya, tingkat bunga itu
merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh
penawaran dan permintaan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP), sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat
bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan memengaruhi keinginan untuk
mengadakan investasi dengan demikian akan mempengaruhi GNP (Nopirin, 1992).
Keynes mengasumsikan bahwa perekonomian belum mencapai full employment. Oleh
karena itu, produksi masih dapat ditingkatkan tanpa mengubah tingkat upah
maupun tingkat harga. Dengan menurunkan tingkat bunga, investasi dapat
dirangsang untuk meningkatkan produk nasional. Dengan demikian setidaknya untuk
jangka pendek, kebijaksanaan moneter dalam teori keynes berperan untuk
meningkatkan produk nasional.
Pertama, Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan bahwa
ada suatu tingkat bunga yang normal. Jika memegang surat berharga pada waktu
tingkat bunga naik (harga turun) mereka akan menderita kerugian. Mereka akan
menghindari kerugian ini dengan cara mengurangi surat berharga yang dipegangnya
dan dengan sendirinya menambah uang yang dipegang.
Kedua, sehubungan dengan biaya memegang uang kas. Makin tinggi tingkat
bunga, makin besar pula biaya memegang uang kas, sehingga keinginan memegang
uang kas juga semakin rendah sehingga permintaan akan uang kas naik. Dari kedua
penjelasan diatas, dijelaskan adanya hubungan negatif antara tingkat bunga
dengan permintaan akan uang tunai. Permintaan uang ini akan menetukan tingkat
bunga. Tingkat bunga berada dalam keseimbangan apabila jumlah uang kas yang
diminta sama dengan penawarannya (Nopirin, 1993).
3.
Teori Suku Bunga Hicks
Hicks mengemukakan teorinya bahwa tingkat bunga berada dalam keseimbangan
pada suatu perekonomian bila tingkat bunga ini memenuhi keseimbangan sektor
moneter dan sektor rill. Pandangan ini merupakan gabungan dari pendapat klasik
dan keynesian, dimana madzhab klasik mengatakan bahwa bunga timbul karena uang
adalah produktif artinya bahwa bila seseorang memiliki dana maka mereka dapat
menambah alat produksinya agar keuntungan yang diperoleh meningkat. Jadi uang
dapat meningkatkan produktivitas sehingga orang ingin membayar bunga. Sedangkan
menurut keneysian bahwa uang bisa produktif dengan metode spekulasi di pasar
uang dengan kemungkinan memperoleh keuntungan, dan keuntungan inilah sehingga
orang ingin membayar bunga.[3]
4.
Teori Yang Lain
Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga
adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase
dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi
dengan jumlah pinjaman.
Pengertian
suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga
dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu
ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan
kepada kreditur.
Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471)
suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam
pada periode waktu tertentu. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100)
suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga
riil. Dimana suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan
kembali dengan jumlah uang yang dipinjam. Sedang suku bunga riil lebih
menekankan pada rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli
uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal
dengan laju inflasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998) suku bunga adalah
pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang.
Menurut Prasetiantono (2000) mengenai suku bunga
adalah : jika suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan
dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan.
Dan pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi
lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio
perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang
beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum
akan cenderung stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika
suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan
uangnya di bank.
C.
Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Faktor –faktor yang memengaruhi besar
kecilnya penetapan suku bunga (pinjaman dan simapanan) adalah sebagai berikut.
1.
Kebutuhan dana
Apabila bank kekurangan dana sementara
pemohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut
cepat terpenuhi dengan meningkat kan suku bunga simpanan. Peningkatan bunga
simpanan secara atomatis akan meninkat pula
bunga pinjaman.
2.
Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan, maka
disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memerhatikan
pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, maka jika hendak
membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan diatas bunga
pesaing misalnya 16%. Namun sebliknya untuk bunga pinjaman kita harus berada
dibawa bunga pesaing.
3.
Kebijakan pemerintah
Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman
kita tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
4.
Harga laba yang di inginkan
Sesuai dengan target yang diinginkan, jika
laba yang diinginkan besar, maka bunga ikut besar dan sebaliknya.
5.
Jangka waktu
Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan
semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besar kemungkinan resiko dimasa
akan datang.[4]
6.
Kualitas jaminan
Semakin likuid jaminan yang diberikan,
semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya.
7.
Reputasi perusahaan
Bonafiditas suatu perusahaan yang akan
memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan
nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungknan risik macet kredit dimasa mendatang relatif kecil dan
sebaliknya.
8.
Produk yang kompetitif
Produk
yang dibiayai tersebut laku dipasaran.
9.
Hubungan baik.
Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara
nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini
didasarkan keaktifan dan loyaritas nasabah yang bersangkutan dengan pihak bank.
Nasabah utama biasanya mempunya hubungan yang baik denga pihak bank sehingga
dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.
10.
Jaminan pihak ketiga
Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan
kepada penerima kredit.biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafid,
baik dari segi kemampuan membayar , nama baik maupun loyaritasnya terhadap
bank, maka bunga yang dibebankanpun berbeda.[5]
D.
Peran
Suku Bunga dalam Perekonomian
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi
keuntungan kepada para pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan investasi
yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian modal yang mereka
peroleh melebihi tingkat bunga. Dengan demikian besarnya investasi dalam suatu
jangka waktu tertentu adalah sama dengan nilai dari seluruh investasi yang
tingkat pengembalian modalnya adalah lebih besar atau sama dengan tingkat
bunga.
Apabila tingkat bunga menjadi lebih rendah, lebih banyak usaha yang
mempunyai tingkat pengembalian modal yang lebih tinggi daripada tingkat suku
bunga. Semakin rendah tingkat bunga yang harus dibayar para pengusaha, semakin
banyak usaha yang dapat dilakukan para pengusaha. Semakin rendah tingkat bunga
semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha (Sukirno, 1998).[6]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Suku bunga adalah pendapatan (bagi
kreditor) atau beban bagi (debitor) yang diterima atau dibayarkan oleh kreidtor
atau debitor .
Teori suku bunga ada tiga, diantaranya:
1. Teori suku bunga klasik
Teori klasik menjelaskan bahwa tingkat bunga merupakan nilai balas jasa
dari modal.
2. Teori suku bunga Keynes
Menurutnya, tingkat bunga itu merupakan suatu fenomena moneter. Artinya,
tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang (ditentukan dalam
pasar uang).
3. Teori suku bunga hicks
Hicks mengemukakan teorinya bahwa tingkat bunga berada dalam
keseimbangan pada suatu perekonomian bila tingkat bunga ini memenuhi
keseimbangan sektor moneter dan sektor rill.
Faktor- faktor yang mempengaruhi suku bunga
antara lain : kebutuhan dana, persaingan, kebijakan pemerintah, harga laba yang
diinginkankan, jangka waktu, kualitas jaminan, reputasi perusahaan, produk yang
kompetitif, hubungan baik dan jaminan pihak ketiga.
Tingkat bunga
menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para
pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan investasi yang mereka rencanakan
hanya apabila tingkat pengembalian modal yang mereka peroleh melebihi tingkat
bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Paul A Samuelson dan William D. Nordhaus, 1986, Ekonomi
Jilid Kedua, Jakarta: Erlangga
Frank J. Fabozzi, Franco Modigliani dan Michael G.
Febri, 1999, Pasar dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Salemba Empat
Karhi Nishar dan Winard, 1997, Ilmu Ekonomi,
Bandung: CV Mandar Maju
Sadono
Sukirno, 2000, Makroekonomi Modern, Jakarta: PT Raja Grafindo
[2] Frank J. Fabozzi, Franco Modigliani dan
Michael G. Febri, 1999, Pasar dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Salemba
Empat, hlm. 205