Minggu, 26 Juli 2015

makalah suku bunga



BAB I
PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang Masalah

Semakin banyaknya jasa keuangan perbankan di negara Indonesia, seharusnya diimbangi dengan pengetahuan tentang suku bunga. Namun banyak orang yang kurang paham mengenai tingkat dan perilaku suku bunga, bahkan pengertian dari bunga dan suku bungapun ada yang belum tahu sama sekali. Di sini saya mencoba memaparkan beberapa penjelasan tentang tingkat dan perilaku suku bunga.
Bunga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar oleh bank dan atau nasabah sebagai balas jasa atas transaksi antara bank dan nasabah. Suku bunga merupakan salah satu variabel dalam perekonomian yang senantiasa diamati secara cermat karena dampaknya yang luas. Ia mempengaruhi secara langsung kehidupan masyarakat keseharian dan mempunyai dampak penting terhadap kesehatan perekonomian suatu negara.

B.            Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari suku bunga?
2.      Apa saja teori- teori suku bunga?
3.      Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga?
4.      Bagaimana peran suku bunga dalam perekonomian?










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Suku Bunga

Suku bunga adalah harga yang dibayar “peminjam” (debitur) kepada “pihak yang meminjamkan” (kreditur) untuk pemakaian sumber daya secara interval waktu tertentu. Jumlah peminjaman yang diberikan disebut principal, dan harga yang dibayar biasanya diekspresikan sebagai presentase dari principal per unit waktu (umumnya, setahun).
Suku bunga yang menyediakan jangkar bagi suku bunga- suku bunga yang lain, yaitu suku bunga riil jangka pendek yang bebas risiko. Yang dimaksud dengan suku bunga riil adalah suku bunga yang akan berlakau dalam perekonomian jika harga rata- rata barang dan jasa diperkirakan tetap kostan selama usia peminjaman. Yang dimaksuddenagn suku bunga bebas risiko adalah suku bunga pinjaman dimana peminjamnya tidaka akan gagal memenuhi kewajiban aapun. Yang dimaksud jangka pendek adalah suku bunga dari pinjaman yang akan jatuh tempo dalam setahun. Semua suku bunga yang lain berbeda dengan suku bunga yang ini sesuai aspek- aspek tertentu dari pinjaman, seperti jangka waktu jatuh tempo atau default risk-nya, atau karena adanya inflasi.[1]
Fungsi Suku Bunga
Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah :
a)        Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untukdiinvestasikan.
b)        Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.
c)        Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.

B.            Teori Suku Bunga
1.      Teori Suku Bunga Klasik
Kaum di era klasik mengungkapkan bahwa suku bunga itu menentukan besarnya tabungan maupun investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian yang menyebabkan tabungan yang tercipta pada penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu sama yang dilakukan oleh pengusaha. Terlepas dari teori ekonomi mikro, teori klasik menjelaskan bahwa tingkat bunga merupakan nilai balas jasa dari modal. Dalam teori klasik, stok barang modal dicampuradukkan dengan uang dan keduanya dianggap mempunyai hubungan subtitusif. Semakin langka modal, semakin tinggi suku bunga. Sebaliknya, semakin banyak modal semakin rendah tingkat suku bunga (Nasution dalam Badriah Sappewali, 2001).
Investasi juga merupakan fungsi dari suku bunga. Makin tinggi suku bunga, keinginan masyarakat untuk melakukan investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari suku bunga yang harus dibayar untuk dana investasi tersebut merupakan ongkos untuk penggunaan dana (Cost of Capital). Makin rendah suku bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil.
Keseimbangan tingkat bunga berada pada titik i0 dimana jumlah tabungan sama dengan jumlah investasi. Apabila tingkat bunga berada diatas i0, berarti jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para pemilik dana akan bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun kembali ke posisi i0. sebaliknya, bila tingkat bunga rendah berada di bawah i0, maka para pengusaha akan bersaing untuk mendapatkan dana yang relatif lebih besar jumlahnya. Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0, misalnya terjadi kenaikan efisiensi produksi, maka akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan meningkat sehingga pada tingkat bunga yang sama para pengusaha bersedia membayar dana yang lebih besar untuk membiayai investasi, atau untuk dana investasiyang sama jumlahnya, para pengusaha bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi ke kanan atas, sehingga keseimbangan tingkat bunga yang baru adalah pada titik i1 (Nopirin, 1993).[2]
2.      Teori Suku Bunga Keynes
Pandangan berbeda diberikan oleh Keynes. Menurutnya, tingkat bunga itu merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP), sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan memengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dengan demikian akan mempengaruhi GNP (Nopirin, 1992). Keynes mengasumsikan bahwa perekonomian belum mencapai full employment. Oleh karena itu, produksi masih dapat ditingkatkan tanpa mengubah tingkat upah maupun tingkat harga. Dengan menurunkan tingkat bunga, investasi dapat dirangsang untuk meningkatkan produk nasional. Dengan demikian setidaknya untuk jangka pendek, kebijaksanaan moneter dalam teori keynes berperan untuk meningkatkan produk nasional.
Pertama, Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan bahwa ada suatu tingkat bunga yang normal. Jika memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga naik (harga turun) mereka akan menderita kerugian. Mereka akan menghindari kerugian ini dengan cara mengurangi surat berharga yang dipegangnya dan dengan sendirinya menambah uang yang dipegang.
Kedua, sehubungan dengan biaya memegang uang kas. Makin tinggi tingkat bunga, makin besar pula biaya memegang uang kas, sehingga keinginan memegang uang kas juga semakin rendah sehingga permintaan akan uang kas naik. Dari kedua penjelasan diatas, dijelaskan adanya hubungan negatif antara tingkat bunga dengan permintaan akan uang tunai. Permintaan uang ini akan menetukan tingkat bunga. Tingkat bunga berada dalam keseimbangan apabila jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawarannya (Nopirin, 1993).
3.      Teori Suku Bunga Hicks
Hicks mengemukakan teorinya bahwa tingkat bunga berada dalam keseimbangan pada suatu perekonomian bila tingkat bunga ini memenuhi keseimbangan sektor moneter dan sektor rill. Pandangan ini merupakan gabungan dari pendapat klasik dan keynesian, dimana madzhab klasik mengatakan bahwa bunga timbul karena uang adalah produktif artinya bahwa bila seseorang memiliki dana maka mereka dapat menambah alat produksinya agar keuntungan yang diperoleh meningkat. Jadi uang dapat meningkatkan produktivitas sehingga orang ingin membayar bunga. Sedangkan menurut keneysian bahwa uang bisa produktif dengan metode spekulasi di pasar uang dengan kemungkinan memperoleh keuntungan, dan keuntungan inilah sehingga orang ingin membayar bunga.[3]
4.      Teori Yang Lain
Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.
Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur.
Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100) suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah uang yang dipinjam. Sedang suku bunga riil lebih menekankan pada rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998) suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang.
Menurut Prasetiantono (2000) mengenai suku bunga adalah : jika suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Dan pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank.



C.            Faktor- faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Faktor –faktor yang memengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga (pinjaman dan simapanan) adalah sebagai berikut.
1.      Kebutuhan dana
Apabila bank kekurangan dana sementara pemohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkat kan suku bunga simpanan. Peningkatan bunga simpanan secara atomatis akan meninkat pula  bunga pinjaman.
2.        Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memerhatikan pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, maka jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan diatas bunga pesaing misalnya 16%. Namun sebliknya untuk bunga pinjaman kita harus berada dibawa bunga pesaing.
3.      Kebijakan pemerintah
Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
4.      Harga laba yang di inginkan
Sesuai dengan target yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar, maka bunga ikut besar dan sebaliknya.
5.      Jangka waktu
Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besar kemungkinan resiko dimasa akan datang.[4]
6.      Kualitas jaminan
Semakin likuid jaminan yang diberikan, semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya.


7.        Reputasi perusahaan
Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungknan risik macet  kredit dimasa mendatang relatif kecil dan sebaliknya.
8.        Produk yang kompetitif
Produk yang dibiayai tersebut laku dipasaran.      
9.        Hubungan baik.
Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan keaktifan dan loyaritas nasabah yang bersangkutan dengan pihak bank. Nasabah utama biasanya mempunya hubungan yang baik denga pihak bank sehingga dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.
10.           Jaminan pihak ketiga
Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada penerima kredit.biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafid, baik dari segi kemampuan membayar , nama baik maupun loyaritasnya terhadap bank, maka bunga yang dibebankanpun berbeda.[5]
D.       Peran Suku Bunga dalam Perekonomian
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan investasi yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian modal yang mereka peroleh melebihi tingkat bunga. Dengan demikian besarnya investasi dalam suatu jangka waktu tertentu adalah sama dengan nilai dari seluruh investasi yang tingkat pengembalian modalnya adalah lebih besar atau sama dengan tingkat bunga.
Apabila tingkat bunga menjadi lebih rendah, lebih banyak usaha yang mempunyai tingkat pengembalian modal yang lebih tinggi daripada tingkat suku bunga. Semakin rendah tingkat bunga yang harus dibayar para pengusaha, semakin banyak usaha yang dapat dilakukan para pengusaha. Semakin rendah tingkat bunga semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha (Sukirno, 1998).[6]



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Suku bunga adalah pendapatan (bagi kreditor) atau beban bagi (debitor) yang diterima atau dibayarkan oleh kreidtor atau debitor .
Teori suku bunga ada tiga, diantaranya:
1.      Teori suku bunga klasik
Teori klasik menjelaskan bahwa tingkat bunga merupakan nilai balas jasa dari modal.
2.      Teori suku bunga Keynes
Menurutnya, tingkat bunga itu merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang (ditentukan dalam pasar uang).
3.      Teori suku bunga hicks
Hicks mengemukakan teorinya bahwa tingkat bunga berada dalam keseimbangan pada suatu perekonomian bila tingkat bunga ini memenuhi keseimbangan sektor moneter dan sektor rill.
Faktor- faktor yang mempengaruhi suku bunga antara lain : kebutuhan dana, persaingan, kebijakan pemerintah, harga laba yang diinginkankan, jangka waktu, kualitas jaminan, reputasi perusahaan, produk yang kompetitif, hubungan baik dan jaminan pihak ketiga.
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan investasi yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian modal yang mereka peroleh melebihi tingkat bunga.


                                               

DAFTAR PUSTAKA

Paul A Samuelson dan William D. Nordhaus, 1986, Ekonomi Jilid Kedua, Jakarta: Erlangga
Frank J. Fabozzi, Franco Modigliani dan Michael G. Febri, 1999, Pasar dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Salemba Empat
Karhi Nishar dan Winard, 1997, Ilmu Ekonomi, Bandung: CV Mandar Maju
Sadono Sukirno, 2000, Makroekonomi Modern, Jakarta: PT Raja Grafindo



[1] Paul A Samuelson dan William D. Nordhaus, 1986, Ekonomi Jilid Kedua, Jakarta: Erlangga, hlm.332
[2] Frank J. Fabozzi, Franco Modigliani dan Michael G. Febri, 1999, Pasar dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Salemba Empat, hlm. 205
[3] Ibid, hlm. 207
[4] Karhi Nishar dan Winard, 1997, Ilmu Ekonomi, Bandung: CV Mandar Maju, hlm. 56
[5] Sadono Sukirno, 2000, Makroekonomi Modern, Jakarta: PT Raja Grafindo, hlm. 67
[6] Ibid, hlm. 69