Rabu, 09 Desember 2015

Pandangan Islam Tentang Tanggungjawab Sosial Bisnis Bagi Pelaku Usaha



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan perkembangan jaman yang semakin maju serta laju perekonomian dunia yang semakin cepat, dan diberlakukannya sistem perdagangan bebas sehingga batas kita dan batas dunia akan semakin kabur. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lain agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan bagaimana jadinya jika pelaku bisnis dihinggapi kehendak saling menindas agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika dan tanggung jawab sosial bisnis.
Tanggung jawab sosial dunia bisnis tidak saja berorientasi pada komitmen sosial yang menekankan pada pendekatan kemanusiaan, belas kasihan, panggilan religi atau panggilan moral dan semacamnya, tetapi menjadi kewajiban yang sepantasnya dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam ikut serta mengatasi permasalahan sosial yang menimpa masyarakat. Dalam perkembangannya praktik tanggung jawab sosial pelaku bisnis telah banyak dilakukan secara sadar, artinya menerpakan tanggung jawab pelaku bisnis adalah investasi untuk pertumbuhan dan keterlanjutan bisnis sehingga tak lagi dilirik sebagai pusat biaya.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Corporate Social Responsibility?
2.    Bagaimana Corporate Social Responsibility dalam perspektif ajaran Islam?
3.    Apa saja pendekatan tanggung jawab sosial?
4.    Bagaimana tanggung jawab sosial perusahaan terhadap stakeholders?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate  Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya. [1]
Ada beberapa pengertian CSR menurut beberapa ahli:
1.    R.W. Griffin (2004) memberikan definisi tanggung jawab sosial sebagai usaha suatu bisnis yang menyeimbangkan komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungannya yang meliputi konsumen, bisnis lain, karyawan, dan investor.
2.    Boove & kurtz (2002) mendefinisikan tanggung jawab sosial adalah perorangan manajemen terhadap kewajibannya untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan, dan kesejahteraan sosial sebagai nilai yang sepadan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan.[2]
3.    Menurut Clement K. Sansat berpendapat bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersama dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat secara lebih luas.
4.    Johnson and johnson mendefinisikan CSR: “is about how companies manage the business processes to produce an overall positive impact on society”. Yang maksudnya, bagaimana cara mengelola sebuah perusahaan agar memiliki dampak positif terhadap diri dan lingkungannya. Lingkunagn di sini tentu saja tidak dalam arti sosial, tetapi juga daam arti lingkungan alam dimana manusia hidup di dalamnya.
Akhirnya dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya CSR merupakan cita-cita perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan dalam bentuk tindakan yang berdasarkan etika dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi secara berkelanjutan disertai peningkatan kualitas hidup karyawan beserta keluarganya, sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat pada umumnya.[3]

B.  CSR dalam perspektif Islam
CSR dalam perspektif Islam adalah praktik bisnis yang memiliki tanggung jawab etis secara Islami. Perusahaan memasukan norma-norma agama Islam yang ditandai dengan adanya komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial di dalam operasinya. Dengan demikian, praktik bisnis dalam kerangka CSR Islami mencakup serangkaian kegiatan bisnis dalam bentuknya. Meskipun tidak dibatasi jumlah kepemilikan barang, jasa serta profitnya, namun cara-cara untuk memperoleh dan pendayagunaannya dibatasi oleh aturan halal dan haram oleh syari’ah.
Menurut Islam, CSR yang dilakukan harus bertujuan untuk menciptakan kebajikan yang dilakukan bukan melalui aktivitas-aktivitas yang mengandung unsur riba, melainkan dengan praktik yang diperintahkan Allah berupa zakat, infak, sedekah, dan wakaf. CSR juga harus mengedepankan nilai kedermawanan dan ketulusan hati. Perbuatan ini lebih Allah cintai dari ibadah-ibadah mahdhah. Rasulullah SAW bersabda, “Memenuhi keperluan seorang mukmin lebih Allah cintai dari pada melakukan dua puluh kali haji dan pada setiap hajinya menginfakan ratusan ribu dirham dan dinar”.  Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda, “Jika seorang muslim berjalan memenuhi keperluan sesama muslim, itu lebih baik baginya daripada melakukan tujuh puluh kali thawaf di Baitullah.”
Selain itu, pelaksanaan CSR dalam Islam juga merupakan salah satu upaya mereduksi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan mendorong produktivitas masyarakat dan menjaga keseimbangan distribusi kekayaan di masyarakat. Islam mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang . Allah Berfirman : “....supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu...”  (QS. Al hasyr: 7).
Praktik CSR dalam Islam menekankan pada etika bisnis islami. Operasional  perusahaan harus terbebas dari berbagai modus praktik korupsi dan memberi jaminan layanan maksimal sepanjang operasionalnya,  termasuk layanan terpercaya bagi setiap produknya (provision and development of safe and reliable products).  Hal ini yang secara tegas tercantum dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman: “.... Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,....” (QS. al-A’raf ayat 85).
Dengan demikian, melakukan praktik CSR jika motivasinya (niat) tulus membantu masyarakat yang membutuhkan, niscaya bisa dikategorikan ke dalam ghairu mahdhoh. Maksudnya, kendati program itu pada asalnya bukan termasuk ibadah, namun karena semata untuk membantu orang lain dan berharap ridha Allah SWT, maka subjek pelakunya akan mendapat pahala sebagaimana melakukan ibadah. Ini berarti apabila niat yang dicanangkan seperti itu, maka keuntungan melakukan CSR tidak saja perusahaan akan semakin dekat dengan masyarakat. Namun yang lebih bermakna, para pengelolanya akan semakin dekat dan mendapat pahala dari Allah SWT.
Apabila tidak, katakan saja program CSR itu hanya bermotif ekonomi semata, maka niscaya tidak akan memperoleh pahala ibadah , karena sejak awal telah terealinasasi dari nilai- nilai teologis yang sejatinya dapat disetting sejak merencanakan program. Karena itu betapa ruginya perusahaan yang melakukan program CSR hanya semata- mata ingin meraih keuntungan duniawi sesaat, terpisah sama sekali dari nilai- nilai teologis yang transenden ukhrowiyah.[4]
C.  Pendekatan Tanggung Jawab Sosial
Untuk mengimplementasikan tanggung jawab sosial, R.W. Griffin (2004) mengemukakan empat pendekatan tanggung jawab sosial sebagai berikut:
1.    Sikap obstruktif, yaitu pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang melibatkan tindakan seminimal mungkin dan melibatkan usaha-usaha menolak atau menutupi pelanggaran yang dilakukan. Perusahaan yang menganut pendekatan seperti ini tidak terlalu peduli terhadap perilaku etis dan umumnya sedapat mungkin menyembunyikan tindakannya yang salah.
2.    Sikap defensif, yaitu pendekatan tanggung jawab sosial yang ditandai dengan perusahaan hanya persyaratan hukum secara minimum atas komitmennya terhadap kelompok dan indvidu dalam lingkungan sosialnya.
3.    Sikap akomodatif, yaitu pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suau perusahaan dengan melakukannya apabila diminta melebihi persyaratan hukum minimum dalam komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.
4.    Sikap produktif, yiatu pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suatu perusahaan, yaitu secara aktif mencari peluang untuk menyumbang semi kesejahteraan kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.[5]
D.  Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap stakeholders
1.    Pelanggan, meliputi:
a.    Pelayanan yang prima;
b.    Harga yang wajar;
c.    Komitmen terhadap pengiriman barang;
d.   Komitmen terhadap garansi;
e.    Komitmen terhadap kualitas produk.
2.    Karyawan, meliputi:
a.    Jaminan kesehatan;
b.    Perbaikan nasib/peningkatan kesejahteraan;
c.    Jaminan keselamatan kerja;
d.   Bantuan perumahan;
e.    Jaminan kesempatan kerja yang sama.
3.    Investor, meliputi:
a.    Manajer mengikuti prosedur akuntansi yang pantas;
b.    Memberikan informasi yang tepat dan benar mengenai laporan keuangan;
c.    Mengelola organisasi dan perlindungan hak-hak pemegang saham;
d.   Transparan terhadap profitabilitas;
e.    Menghindari manipulasi bunga;
f.     Perjanjian yang saling menguntungkan;
g.    Menjaga hubungan yang harmonis.
4.    Masyarakat, meliputi:
a.    Kesehatan masyarakat;
b.    Pengembangan budaya;
c.    Pengembangan pendidikan.
5.    Lingkungan sekitar, meliputi:
a.    Penanggulangan pencemaran limbah;
b.    Penanggunlangan polusi udara dan tanah;
c.    Penghijauan.

DAFTAR PUSTAKA
Buchari Alma dan Donni Juni, Manajemen Bisnis Syari’ah, Bandung: Alfabeta, 2009
Juhaya S. Pradja , Manajemen Bisnis Syari’ah & Kewirausahaan, Bandung: Pustaka Setia, 2013
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, Jakarta: Penebar Plus, 2012


[1] Buchari Alma dan Donni Juni, Manajemen Bisnis Syari’ah, Bandung: Alfabeta, 2009, hlm. 180
[2] Juhaya S. Pradja, Manajemen Bisnis Syari’ah & Kewirausahaan, Bandung: Pustaka Setia, 2013, hlm. 280-281
[3] Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, Jakarta: Penebar Plus, 2012, hlm. 223

[4] Ibid., 224- 228
[5] Juhaya S Pradja, Op.Cit., hlm. 287-288

Tidak ada komentar:

Posting Komentar