BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Sejalan dengan perkembangan jaman yang semakin maju serta laju
perekonomian dunia yang semakin cepat, dan diberlakukannya sistem perdagangan
bebas sehingga batas kita dan batas dunia akan semakin kabur. Hal ini jelas
membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan
kesempatan dan keuntungan.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin
berpacu dengan waktu serta negara-negara lain agar terwujud suatu tatanan
perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan bagaimana
jadinya jika pelaku bisnis dihinggapi kehendak saling menindas agar memperoleh
tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi
etika dan tanggung jawab sosial bisnis.
Tanggung jawab sosial dunia bisnis tidak saja berorientasi pada
komitmen sosial yang menekankan pada pendekatan kemanusiaan, belas kasihan,
panggilan religi atau panggilan moral dan semacamnya, tetapi menjadi kewajiban
yang sepantasnya dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam ikut serta mengatasi
permasalahan sosial yang menimpa masyarakat. Dalam perkembangannya praktik
tanggung jawab sosial pelaku bisnis telah banyak dilakukan secara sadar,
artinya menerpakan tanggung jawab pelaku bisnis adalah investasi untuk
pertumbuhan dan keterlanjutan bisnis sehingga tak lagi dilirik sebagai pusat
biaya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Corporate
Social Responsibility?
2.
Bagaimana Corporate
Social Responsibility dalam perspektif ajaran Islam?
3.
Apa saja
pendekatan tanggung jawab sosial?
4.
Bagaimana
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap stakeholders?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Corporate
Social Responsibility (CSR)
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan
bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan perusahaan melalui berbagai
kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat,
partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya. [1]
Ada beberapa pengertian CSR menurut beberapa ahli:
1.
R.W. Griffin
(2004) memberikan definisi tanggung jawab sosial sebagai usaha suatu bisnis
yang menyeimbangkan komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam
lingkungannya yang meliputi konsumen, bisnis lain, karyawan, dan investor.
2.
Boove &
kurtz (2002) mendefinisikan tanggung jawab sosial adalah perorangan manajemen
terhadap kewajibannya untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan, dan
kesejahteraan sosial sebagai nilai yang sepadan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan.[2]
3.
Menurut Clement
K. Sansat berpendapat bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) adalah
komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersama dengan peningkatan kualitas
hidup dari karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat secara
lebih luas.
4.
Johnson and
johnson mendefinisikan CSR: “is about how companies manage the business
processes to produce an overall positive impact on society”. Yang maksudnya,
bagaimana cara mengelola sebuah perusahaan agar memiliki dampak positif
terhadap diri dan lingkungannya. Lingkunagn di sini tentu saja tidak dalam arti
sosial, tetapi juga daam arti lingkungan alam dimana manusia hidup di dalamnya.
Akhirnya dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pada
dasarnya CSR merupakan cita-cita perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan
dalam bentuk tindakan yang berdasarkan etika dengan tujuan untuk meningkatkan
ekonomi secara berkelanjutan disertai peningkatan kualitas hidup karyawan
beserta keluarganya, sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar
dan masyarakat pada umumnya.[3]
B. CSR
dalam perspektif Islam
CSR dalam perspektif Islam adalah praktik bisnis
yang memiliki tanggung jawab etis secara Islami. Perusahaan memasukan
norma-norma agama Islam yang ditandai dengan adanya komitmen ketulusan dalam
menjaga kontrak sosial di dalam operasinya. Dengan demikian, praktik bisnis
dalam kerangka CSR Islami mencakup serangkaian kegiatan bisnis dalam bentuknya.
Meskipun tidak dibatasi jumlah kepemilikan barang, jasa serta profitnya, namun
cara-cara untuk memperoleh dan pendayagunaannya dibatasi oleh aturan halal dan
haram oleh syari’ah.
Menurut Islam, CSR yang dilakukan harus bertujuan untuk menciptakan
kebajikan yang dilakukan bukan melalui aktivitas-aktivitas yang mengandung
unsur riba, melainkan dengan praktik yang diperintahkan Allah berupa zakat,
infak, sedekah, dan wakaf. CSR juga harus mengedepankan nilai kedermawanan dan
ketulusan hati. Perbuatan ini lebih Allah cintai dari ibadah-ibadah mahdhah.
Rasulullah SAW bersabda, “Memenuhi keperluan seorang mukmin lebih Allah
cintai dari pada melakukan dua puluh kali haji dan pada setiap hajinya
menginfakan ratusan ribu dirham dan dinar”. Dalam hadits lain,
Rasulullah SAW juga bersabda, “Jika seorang muslim berjalan memenuhi
keperluan sesama muslim, itu lebih baik baginya daripada melakukan tujuh puluh
kali thawaf di Baitullah.”
Selain itu, pelaksanaan CSR dalam Islam juga merupakan salah satu upaya
mereduksi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan
mendorong produktivitas masyarakat dan menjaga keseimbangan distribusi kekayaan
di masyarakat. Islam mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota
masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir
orang . Allah Berfirman : “....supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang Kaya saja di antara kamu...” (QS. Al hasyr: 7).
Praktik CSR dalam Islam menekankan pada etika bisnis islami.
Operasional perusahaan harus terbebas dari berbagai modus praktik korupsi
dan memberi jaminan layanan maksimal sepanjang operasionalnya, termasuk
layanan terpercaya bagi setiap produknya (provision and development of safe
and reliable products). Hal ini yang secara tegas tercantum dalam
Al-Quran. Allah SWT berfirman: “.... Maka sempurnakanlah takaran dan
timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya,....” (QS. al-A’raf ayat 85).
Dengan demikian, melakukan praktik CSR jika
motivasinya (niat) tulus membantu masyarakat yang membutuhkan, niscaya bisa
dikategorikan ke dalam ghairu mahdhoh. Maksudnya, kendati program itu pada
asalnya bukan termasuk ibadah, namun karena semata untuk membantu orang lain
dan berharap ridha Allah SWT, maka subjek pelakunya akan mendapat pahala
sebagaimana melakukan ibadah. Ini berarti apabila niat yang dicanangkan seperti
itu, maka keuntungan melakukan CSR tidak saja perusahaan akan semakin dekat
dengan masyarakat. Namun yang lebih bermakna, para pengelolanya akan semakin
dekat dan mendapat pahala dari Allah SWT.
Apabila tidak, katakan saja program CSR
itu hanya bermotif ekonomi semata, maka niscaya tidak akan memperoleh pahala ibadah
, karena sejak awal telah terealinasasi dari nilai- nilai teologis yang
sejatinya dapat disetting sejak merencanakan program. Karena itu betapa ruginya
perusahaan yang melakukan program CSR hanya semata- mata ingin meraih
keuntungan duniawi sesaat, terpisah sama sekali dari nilai- nilai teologis yang
transenden ukhrowiyah.[4]
C.
Pendekatan
Tanggung Jawab Sosial
Untuk mengimplementasikan tanggung jawab sosial, R.W. Griffin
(2004) mengemukakan empat pendekatan tanggung jawab sosial sebagai berikut:
1.
Sikap obstruktif,
yaitu pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang melibatkan tindakan
seminimal mungkin dan melibatkan usaha-usaha menolak atau menutupi pelanggaran
yang dilakukan. Perusahaan yang menganut pendekatan seperti ini tidak terlalu
peduli terhadap perilaku etis dan umumnya sedapat mungkin menyembunyikan
tindakannya yang salah.
2.
Sikap defensif,
yaitu pendekatan tanggung jawab sosial yang ditandai dengan perusahaan hanya
persyaratan hukum secara minimum atas komitmennya terhadap kelompok dan indvidu
dalam lingkungan sosialnya.
3.
Sikap
akomodatif, yaitu pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suau
perusahaan dengan melakukannya apabila diminta melebihi persyaratan hukum
minimum dalam komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan
sosialnya.
4.
Sikap
produktif, yiatu pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suatu
perusahaan, yaitu secara aktif mencari peluang untuk menyumbang semi
kesejahteraan kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.[5]
D.
Tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap stakeholders
1.
Pelanggan,
meliputi:
a.
Pelayanan yang
prima;
b.
Harga yang
wajar;
c.
Komitmen
terhadap pengiriman barang;
d.
Komitmen
terhadap garansi;
e.
Komitmen
terhadap kualitas produk.
2.
Karyawan,
meliputi:
a.
Jaminan
kesehatan;
b.
Perbaikan
nasib/peningkatan kesejahteraan;
c.
Jaminan
keselamatan kerja;
d.
Bantuan
perumahan;
e.
Jaminan
kesempatan kerja yang sama.
3.
Investor,
meliputi:
a.
Manajer
mengikuti prosedur akuntansi yang pantas;
b.
Memberikan
informasi yang tepat dan benar mengenai laporan keuangan;
c.
Mengelola
organisasi dan perlindungan hak-hak pemegang saham;
d.
Transparan
terhadap profitabilitas;
e.
Menghindari
manipulasi bunga;
f.
Perjanjian yang
saling menguntungkan;
g.
Menjaga
hubungan yang harmonis.
4.
Masyarakat,
meliputi:
a.
Kesehatan
masyarakat;
b.
Pengembangan
budaya;
c.
Pengembangan
pendidikan.
5.
Lingkungan
sekitar, meliputi:
a.
Penanggulangan
pencemaran limbah;
b.
Penanggunlangan
polusi udara dan tanah;
c.
Penghijauan.
DAFTAR PUSTAKA
Buchari Alma dan Donni
Juni, Manajemen Bisnis Syari’ah,
Bandung: Alfabeta, 2009
Juhaya S. Pradja , Manajemen Bisnis Syari’ah &
Kewirausahaan, Bandung: Pustaka Setia, 2013
Muhammad
Djakfar, Etika Bisnis, Jakarta:
Penebar Plus, 2012
[1] Buchari Alma dan Donni Juni, Manajemen Bisnis Syari’ah, Bandung:
Alfabeta, 2009, hlm. 180
[2] Juhaya S. Pradja, Manajemen Bisnis Syari’ah &
Kewirausahaan, Bandung: Pustaka Setia, 2013, hlm. 280-281
[3]
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, Jakarta: Penebar Plus,
2012, hlm. 223
[4] Ibid., 224- 228
[5]
Juhaya S Pradja, Op.Cit., hlm. 287-288
Tidak ada komentar:
Posting Komentar