Sabtu, 12 Desember 2015

KONSEP BAGI HASIL (AL- MUSYARAKAH DAN AL- MUDHAROBAH)



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Sejak langkah pertama pendiriannya, bank- bank syariah telah menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik (Haron dan Ahmad, 2001). Salah satu faktor pendukung yang menunjang trend positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang menggunakan konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah, meski pada awalnya, konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarkat (Siregar, 2002). Profit sharing dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan ketentuan nisbah pihak penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.
Konsep profit sharing atau yang juga disebut dengan profit and loss sharing menawarkan pembagian hasil usaha dengan perhitungan pendapatan/ keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor dikurangi beban biaya yang diekluarkan selama operasional usaha. Sedangkan konsep revenue sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil usaha berdasarkan perhitungan laba kotor (gross profit).
Konsep inilah yang membedakannya dengan bank-bank konvensional yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menarik minat masyarakat menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga dalam pembagian hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan keuntungan yang pasti bagi investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian dalam usahanya, investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep bagi hasi dalam perbankan syari’ah?
2.      Apa saja jenis- jenis akad bagi hasil dalam perbankan syari’ah?
3.      Bagaiman mekanisme perhitungan bagi hasil?
BAB II
PEMBAHASAN

1.    Sistem Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari'ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari'ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. [1]Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari'ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
1.1     Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya- biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/ hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya- biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.
1.2    Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya- biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.[2]

2.    Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara'ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.[3]
2.1.  Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.[4]
Landasan hukum :
Al- Qur’an :
Maka mereka berserikat pada sepertiga. (Q.S. an- nisa’ (4): 12)
Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang- orang yang berserikat iu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh (Q.S. Shaad : 24)





Hadits :
Dari Abu Hurairoh, Rasullulloh saw bersabda, “sesungguhnya Allah SWT berfirman,” aku pihak ketiga dari dua orang berserikat slama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya” (Hr. Abu Dawud)[5]
Pembaiayaan musyarakah dengan sistem bagi hasil ini misalnya pihak BMT ikut serta dalm penyertaan modal usaha. Sedangkan bagi hasil yang diterapkan sangan bervariasi tergantung pada lamanya waktu dan tingkat resiko usaha tersebut. Porsi bagi hasil yang biasanya diterapkan misalnya 45%: 55% atau 40%: 60%. [6]

2.2  Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).[7]
Landasan hukum
Al- Qur’an :
Dan jika dari orang- orang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT.  (QS. Al- Muzzamil (73):20)
Hadits :
Dari Shalih bin Suaib ra bahwa Rosulullah saw bersabda, “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, mudharabah, dan mencampuradukkan dengan tepung untuk keperluan rumah buakan untuk dijual. (Hr Ibnu Majah)
Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syariah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:
i.        Tabungan Mudharabah yaitu, simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.
ii.        Deposito Mudharabah yaitu, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil.
iii.      Investai Mudharabah Antar Bank (IMA) yaitu, sarana kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Sebagi ilustrasi, pihak BMT mengeluarkan pembiayaan modal kerja (100%) kepada pihak nasabah dalam rangka menjalankan usaha yang produktif, sedang pihak nasabah melakukan pengelolaan atas usahanya secara penuh. Keuntungan dari patungan ini dibagi bersama dengan sistem bagi hasil sesuai kesepakatan dua belah pihak misalnya 40% : 60% dimana 40 % untuk BMT, sedangkan 60% untuk nasabah, atau dengan variasi perbandaingan lain sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. [8]
3.    Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil
Belum adanya standar pola operasi yang dikeluarkan oleh otoritas moneter menjadikan bank-bank syariah yang pada saat ini sudah beroperasi melakukan adopsi atau menyusun pola operasi secara sendiri-sendiri. Ketidakseragaman pola operasi yang diterapkan yang pada akhirnya akan mempersulit otoritas moneter, pemilik dana serta bank yang bersangkutan melakukan kontrol serta mengukur tingkat kepatuhan dan keberhasilan dari usaha bank-bank tersebut. Berikut contoh cara menghitung bagi hasil pada bank syari'ah :
3.1  Menghitung saldo rata-rata dari sumber dana bank yang berdasarkan data dari hasil perhitungan di atas.
-          Giro Wadiah : Rp. 60.000
-          Tabungan Mudharabah : Rp. 150.000
-          Deposito Mudharabah 1 bulan : Rp. 50.000
-          Deposito Mudharabah 3 bulan : Rp. 40.000
-          Deposito Mudharabah 6 bulan : Rp. 175.000
-          Deposito Mudharabah 12 bulan : Rp. 75.000
Total Sumber Dana : Rp. 550.000
-          Menghitung rata-rata pelemparan dana yang dilakukan oleh bank dalam sebulan, kemudian menghitung jumlah total pelemparan dana baik dalam bentuk pembiayaan bagi hasil, jual beli maupun SBPU.
-          Jumlah posisi rata-rata pelemparan dana dari hasil perhitungan diatas adalah :
Pembiayaan : Rp. 480.000
SBPU : Rp. 100.000
-          Menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah, dengan menghitung jumlah dari :
Pendapatan Pembiayaan : Rp. 8.000
Pendapatan SBPU : Rp. 2.000
3.2  Dalam menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
3.2.1        Membandingkan antara Total Aktiva Produktif dengan Total Dana Pihak III, dalam hal ini Total Aktiva Produktif > Total Dana Pihak III. Total dana Pihak III Rp. 550.000 semua digunakan sebagai sumber dana aktiva produktif. Dengan rincian Rp. 480.000 dialokasikan kedalam pembiayaan dan Rp. 70.000 kedalam SBPU
3.2.2        Menghitung porsi pendapatan yang dibagikan dari masing-masing jenis aktiva produktif berdasarkan alokasi sumber dana diatas.
Pembiayaan : (480.000/480.000) x 8.000 = 8.000
SBPU : (70.000/100.000) x 2.000 = 1.400 +
Jumlah total pendapatan di bagikan 9.400
-          Perhitungan bagi hasil nasabah
-       Menghitung jumlah pendapatan dibagikan untuk masing-masing dana
Tabungan : (150.000/550.000) x 9.400 = 2.564
Deposito 1 bulan : (50.000/550.000) x 9.400 = 855
Deposito 3 bulan : (40.000/550.000) x 9.400 = 684
Deposito 6 bulan : (175.000/550.000) x 9.400 = 2.991
Deposito 12 bulan : (75.000/550.000) x 9.400 = 1.282
3.3  Menghitung pendapatan bagi hasil yang akan dibayarkan kepada masing-masing jenis dana sesuai dengan kesepakatan nisbah
Tabungan : 45/100 x 2.564 = 1.154
Deposito 1 bulan : 65/100 x 855 = 556
Deposito 3 bulan : 66/100 x 684 = 451
Deposito 6 bulan : 66/100 x 2.991 = 1.974
Deposito 12 bulan : 67/100 x 1.282 = 859
3.4  Menghitung ekuivalen rate untuk masing-masing jenis sumber dana untuk jangka waktu 31 hari
Tabungan : (1.154/150.000) x 365/31 x 100% = 9.06%
Deposito 1 bulan : (556/50.000) x 365/31 x 100% = 13.09%
Deposito 3 bulan : (451/40.000) x 365/31 x 100% = 13.28%
Deposito 6 bulan : (1.974/175.000) x 365/31 x 100% = 13.28%
Deposito 12 bulan : (859/75.000) x 36/31 x 100% = 13.49%
Pada umumnya bank-bank syariah di Indonesia dalam perhitungan bagi hasilnya menggunakan sistem bobot pada setiap dana investasi, dengan mengalikan prosentase bobot tersebut dengan saldo rata-rata. Semakin labil investasi tersebut semakin kecil bobot yang dikenakan, dan semakin stabil investasi maka semakin besar bobot yang dikenakan pada investasi tersebut, hal ini diterapkan sebagai bentuk dari pengamanan risiko pada setiap dana invesatasi. Bobot akan mempengaruhi besarnya bagi hasil yang akan didistribusikan sehingga akan berdampak pada bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana.Hal ini dapat dilihat dari contoh perhitungan sistem revenue sharing yang menggunakan bobot pada tabel diatas.[9]

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari'ah terdiri dari dua sistem, yaitu: profit Sharing dan revanue sharing
Jenis- jenis akad bagi hasil ada dua : musyarokah dan mudhorobah. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Mudhorobah adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
DAFTAR PUSTAKA

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta: Kampus Fakultas Ekonomi, 2003
Didiek Akhmad Supadie, Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syari’ah dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Semarang: Pustaka Rizkia Putra, 2013
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014
Akhmad Ghazali, Keuangan Syari’ah (Mengenal dan Memilih Produk Investasi Syari’ah), Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004
Dwi Suwiknyo, Pengantar Akuntansi syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
http://ulohtengpay.blogspot.co.id/2009/05/konsep-bagi-hasil-dalam-perbankan.html , diunduh pada tanggal 25 November 2015, Pukul 10: 51


[1] Akhmad Ghazali, Keuangan Syari’ah (Mengenal dan Memilih Produk Investasi Syari’ah), Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004, hlm.36

[2] Ibid, hlm. 37
[3] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta: Kampus Fakultas Ekonomi, 2003, hlm. 64
[4] Dwi Suwiknyo, Pengantar Akuntansi syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 103
[5] Heri Sudarsono, Op.Cit, hlm. 64
[6] Didiek Akhmad Supadie, Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syari’ah dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Semarang: Pustaka Rizkia Putra, 2013, hlm. 56
[7] Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, hlm.41
[8] Didiek Akhmad Supadie, Op.Cit., hlm. 58

Tidak ada komentar:

Posting Komentar